-->

Cerpen: Kebahagiaan Tidak Bisa Dibeli Dengan Uang

29 Agustus 2014




                Namaku Agitha Anya Pramesthi. Aku terlahir dari sebuah keluarga yang sederhana. Sebenarnya aku ingin sekali mempunyai kakak atau adik kandung . Namun takdir berkata lain, Ibuku tidak bisa  mempunyai keturunan  lagi sehingga aku menjadi anak semata wayang. Sewaktu aku masih balita, aku sangat disayang dan dimanja dengan kedua orang tuaku. Semua permintaan dan kemauanku hampir semua dikabulkan oleh kedua orang tuaku. Namun setelah 3 tahun  belakangan ini, kedua orang tuaku sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, sehingga kadang mereka lupa dengan keberadaanku. Bahkan ketika waktu akhir pekan atau hari libur, mereka jarang sekali berada dirumah. Kadang juga mereka pergi keluar kota sampai berhari-hari.
                Aku sekarang duduk dibangku kelas 3 SMP. Aku mempunyai sahabat, namanya Puta Diatmaja. Biasanya aku memanggilnya Maja, ya walaupun teman-temannya sering memanggilnya Putra. Dia sangat baik dan perhatian. Dia juga pintar dan rajin, tidak sepertiku yang malas. Dalam keadaanku yang sekarang ini yang kurang perhatian dan kasih sayang, Maja selalu  bisa menghiburku dan selalu perhatian kepadaku.
                “Maja, hari ini kita kerja kelompok yuk, mumpung hari ini aku gaada jadwal les” sekarang  15 menit lagi sebelum bel pulang sekolah. Oh ya, aku juga dipaksa les privat dengan orang tuaku karena sekitar 3 bulan lagi kami semua kelas 3 SMP akan melaksanakan Ujian Nasional. “yahh, sekarang aku ada jadwal les Nye, mending kamu belajar sendiri aja ya untuk hari ini.” Jawab Maja. Kecewa sih, tapi mau gimana lagi Maja adalah anak yang rajin yang selalu nurutin kedua orang tuanya. Tidak sepertiku, les saja suka bolos. Kadang guru privatku aku kerjain agar tidak betah mengajariku. Akhirnya bel pulang  berbunyi, aku segera bergegas pulang ke rumah dan rasanya ingin istirahat secepatnya. Sebenarnya hari ini aku ada jadwal les privat namun karena mungkin guruku kapok untuk datang kerumah ku lagi. Jadi sepertinya dia mengundurkan diri.
                Sesampainya dirumah aku langsung beranjak ke kamar tanpa mengucapkan salam. Toh rumahku selalu kosong tidak ada orang. Namun perkiraanku kali ini salah, sekarang kedua orang tuaku sedang duduk di meja makan. “Githa sini kamu.” Panggil ayahku dengan nada yang sedikit tegas. Akhirnya aku menurutinya dan duduk juga di meja makan. “tumben ayah sama ibu dirumah, biasanya juga lagi sibuk sama pekerjaannya. Bahkan sampai lupa waktu atau mungkin lupa juga kalo di dunia ini masih ada Githa.” Jawabku. “kamu ngomong apasih Nak, kita selalu ingat kamu. Ibu sama Ayah juga bekerja demi kebahagiaan kamu.” Jawab Ibuku. “memang dengan uang, kebahagiaan bisa dibeli? Gak Bu! Githa gamau uang, Githa Cuma mau Ibu sama Ayah punya waktu buat Githa. Githa pengen kaya keluarga lain Bu. Githa pengen kaya Putra, Ayah sama Ibunya selalu ada buat Putra. Coba ibu sama ayah punya waktu buat Githa gak? Gak kan! Yang ada dipikiran Ibu sama Ayah itu Cuma uang dan kerja. Mungkin Githa gak ada dipikiran Ibu sama Ayah. Githa juga capek Bu, Yah, les terus setiap hari. Githa tau Githa bodoh dan malas, tapi kalo Githa setiap hari les dan belajar Githa malah depresi. Mungkin Githa bisa aja jadi gila. Atau Ibu sama Ayah Githa jadi gila?” jawabku dengan nada dengan sedikit berteriak. “ya enggak lah Gith, Ayah sama Ibu menginginkan kamu bisa masuk SMA Negeri, Cuma itu tujuan Ayah sama Ibu Gith.” kini Ayah yang menjawab. “sebenarnya bisa aja Githa menjadi pintar dan rajin, asalkan Ibu sama Ayah mengerti perasaan Githa, mengerti kemauan Githa dan satu lagi Githa berharap Ibu sama Ayah bisa punya waktu buat Githa walaupun Cuma sehari. Githa permisi dulu Bu, Yah pengen istirahat!” jawabku dengan menahan air mata. Aku segera berlari ke kamar dan menangis sejadi-jadinya. Aku ingin sekali Ayah sama Ibu bisa mengabulkan permintaanku.
                Malamnya aku segera menelpon Putra dan curhat sama dia. Aku menceritakan semuanya yang terjadi hari ini. Esoknya, hariku seperti biasanya. Namun, setelah kejadian kemaren, kedua orang tuaku masih berada dirumah saat tadi pagi. Sebenarnya aku senang sekali kalau kedua orang tuaku akhirnya sadar.
                Hari ini aku sama Putra atau Maja belajar bersama dirumahku. Saat aku membuka pintu, tiba-tiba saja kedua orang tuaku memelukku dengan erat sambil menangis. “Ibu sama Ayah minta maaf ya Gith, kalau Ibu sama Ayah Cuma memikirkan uang demi masa depan kamu. Akhirnya Ibu sama Ayah sadar kalau selama ini kamu menjadi malas karena Ibu sama Ayah jarang sekali ada waktu buat kamu Gith.” Aku senang sekali akhirnya kedua orang tuaku sadar. “iya Bu, Yah, Githa juga minta maaf ya kalau selama ini Githa Cuma bisa ngerepotin Ibu sama Ayah, Githa gapernah melakukan hal yang bikin Ibu sama Ayah bangga. Githa janji, Githa bakalan dapet NEM tinggi dan bisa masuk SMA Negeri yang bagus.” Jawabku dan melepaskan pelukan mereka. “Putra makasih yaa kalau selama ini kamu mau menemani Githa disaat Githa sedang kesepian. Om minta tolong ya Putra, tolong bantu Githa agar bisa menepati janjinya.” Kata Ayah. “iya om, Putra janji bakalan bantu Githa dan selalu ingetin Githa supaya gak males Om.” Jawab Putra yang diakhirin dengan cengiran.
                Perasaanku senang sekali, akhirnya kedua orang tuaku sadar kalau uang tidak bisa membeli kebahagiaan, karena kebahagiaan itu berasal dari rasa kasih sayang dari orang yang kita sayang.

-Selesai-

Cerpen by Anita Hidayanti

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS