Namaku
Agitha Anya Pramesthi. Aku terlahir dari sebuah keluarga yang sederhana.
Sebenarnya aku ingin sekali mempunyai kakak atau adik kandung . Namun takdir
berkata lain, Ibuku tidak bisa mempunyai
keturunan lagi sehingga aku menjadi anak
semata wayang. Sewaktu aku masih balita, aku sangat disayang dan dimanja dengan
kedua orang tuaku. Semua permintaan dan kemauanku hampir semua dikabulkan oleh
kedua orang tuaku. Namun setelah 3 tahun
belakangan ini, kedua orang tuaku sibuk dengan pekerjaannya masing-masing,
sehingga kadang mereka lupa dengan keberadaanku. Bahkan ketika waktu akhir
pekan atau hari libur, mereka jarang sekali berada dirumah. Kadang juga mereka
pergi keluar kota sampai berhari-hari.
Aku
sekarang duduk dibangku kelas 3 SMP. Aku mempunyai sahabat, namanya Puta
Diatmaja. Biasanya aku memanggilnya Maja, ya walaupun teman-temannya sering
memanggilnya Putra. Dia sangat baik dan perhatian. Dia juga pintar dan rajin,
tidak sepertiku yang malas. Dalam keadaanku yang sekarang ini yang kurang perhatian
dan kasih sayang, Maja selalu bisa
menghiburku dan selalu perhatian kepadaku.
“Maja,
hari ini kita kerja kelompok yuk, mumpung hari ini aku gaada jadwal les”
sekarang 15 menit lagi sebelum bel
pulang sekolah. Oh ya, aku juga dipaksa les privat dengan orang tuaku karena
sekitar 3 bulan lagi kami semua kelas 3 SMP akan melaksanakan Ujian Nasional. “yahh,
sekarang aku ada jadwal les Nye, mending kamu belajar sendiri aja ya untuk hari
ini.” Jawab Maja. Kecewa sih, tapi mau gimana lagi Maja adalah anak yang rajin
yang selalu nurutin kedua orang tuanya. Tidak sepertiku, les saja suka bolos. Kadang
guru privatku aku kerjain agar tidak betah mengajariku. Akhirnya bel pulang berbunyi, aku segera bergegas pulang ke rumah
dan rasanya ingin istirahat secepatnya. Sebenarnya hari ini aku ada jadwal les
privat namun karena mungkin guruku kapok untuk datang kerumah ku lagi. Jadi sepertinya
dia mengundurkan diri.
Sesampainya
dirumah aku langsung beranjak ke kamar tanpa mengucapkan salam. Toh rumahku
selalu kosong tidak ada orang. Namun perkiraanku kali ini salah, sekarang kedua
orang tuaku sedang duduk di meja makan. “Githa sini kamu.” Panggil ayahku
dengan nada yang sedikit tegas. Akhirnya aku menurutinya dan duduk juga di meja
makan. “tumben ayah sama ibu dirumah, biasanya juga lagi sibuk sama
pekerjaannya. Bahkan sampai lupa waktu atau mungkin lupa juga kalo di dunia ini
masih ada Githa.” Jawabku. “kamu ngomong apasih Nak, kita selalu ingat kamu. Ibu
sama Ayah juga bekerja demi kebahagiaan kamu.” Jawab Ibuku. “memang dengan uang,
kebahagiaan bisa dibeli? Gak Bu! Githa gamau uang, Githa Cuma mau Ibu sama Ayah
punya waktu buat Githa. Githa pengen kaya keluarga lain Bu. Githa pengen kaya
Putra, Ayah sama Ibunya selalu ada buat Putra. Coba ibu sama ayah punya waktu
buat Githa gak? Gak kan! Yang ada dipikiran Ibu sama Ayah itu Cuma uang dan
kerja. Mungkin Githa gak ada dipikiran Ibu sama Ayah. Githa juga capek Bu, Yah,
les terus setiap hari. Githa tau Githa bodoh dan malas, tapi kalo Githa setiap
hari les dan belajar Githa malah depresi. Mungkin Githa bisa aja jadi gila. Atau
Ibu sama Ayah Githa jadi gila?” jawabku dengan nada dengan sedikit berteriak. “ya
enggak lah Gith, Ayah sama Ibu menginginkan kamu bisa masuk SMA Negeri, Cuma itu
tujuan Ayah sama Ibu Gith.” kini Ayah yang menjawab. “sebenarnya bisa aja Githa
menjadi pintar dan rajin, asalkan Ibu sama Ayah mengerti perasaan Githa,
mengerti kemauan Githa dan satu lagi Githa berharap Ibu sama Ayah bisa punya
waktu buat Githa walaupun Cuma sehari. Githa permisi dulu Bu, Yah pengen
istirahat!” jawabku dengan menahan air mata. Aku segera berlari ke kamar dan
menangis sejadi-jadinya. Aku ingin sekali Ayah sama Ibu bisa mengabulkan
permintaanku.
Malamnya
aku segera menelpon Putra dan curhat sama dia. Aku menceritakan semuanya yang
terjadi hari ini. Esoknya, hariku seperti biasanya. Namun, setelah kejadian
kemaren, kedua orang tuaku masih berada dirumah saat tadi pagi. Sebenarnya aku
senang sekali kalau kedua orang tuaku akhirnya sadar.
Hari ini
aku sama Putra atau Maja belajar bersama dirumahku. Saat aku membuka pintu,
tiba-tiba saja kedua orang tuaku memelukku dengan erat sambil menangis. “Ibu
sama Ayah minta maaf ya Gith, kalau Ibu sama Ayah Cuma memikirkan uang demi
masa depan kamu. Akhirnya Ibu sama Ayah sadar kalau selama ini kamu menjadi
malas karena Ibu sama Ayah jarang sekali ada waktu buat kamu Gith.” Aku senang
sekali akhirnya kedua orang tuaku sadar. “iya Bu, Yah, Githa juga minta maaf ya
kalau selama ini Githa Cuma bisa ngerepotin Ibu sama Ayah, Githa gapernah
melakukan hal yang bikin Ibu sama Ayah bangga. Githa janji, Githa bakalan dapet
NEM tinggi dan bisa masuk SMA Negeri yang bagus.” Jawabku dan melepaskan
pelukan mereka. “Putra makasih yaa kalau selama ini kamu mau menemani Githa
disaat Githa sedang kesepian. Om minta tolong ya Putra, tolong bantu Githa agar
bisa menepati janjinya.” Kata Ayah. “iya om, Putra janji bakalan bantu Githa
dan selalu ingetin Githa supaya gak males Om.” Jawab Putra yang diakhirin
dengan cengiran.
Perasaanku
senang sekali, akhirnya kedua orang tuaku sadar kalau uang tidak bisa membeli
kebahagiaan, karena kebahagiaan itu berasal dari rasa kasih sayang dari orang
yang kita sayang.
-Selesai-
Cerpen by Anita Hidayanti
Cerpen by Anita Hidayanti