Tepat
diujung sekolah sebuah taman yang ditumbuhi oleh bunga-bunga indah, aku dan
sahabat-sahabatku, sebut saja “COTIX” kita bernyanyi bersama, bersenda gurau,
menikmati hari-hari kita dengan penuh canda dan tawa. Aku bahagia sekali
memiliki sahabat seperti mereka. Mereka adalah keluarga keduaku. Kini, kami
telah duduk di kelas 3 SMP. 2 tahun sudah kita lewati hari-hari bersama, hingga
kini tiba waktunya kita harus mempersiapkan diri untuk meraih cita-cita kita
yaitu lulus dengan nilai tinggi dengan
hasil sendiri. Hari demi hari kita lewati, Ujian Nasional pun sudah menanti.
Aku selalu mengharapkan yang terbaik untuk kita semua. Ada salah satu sahabatku
yang bernama Arinda, ya dia memang pintar, kita pun meminta kepada Arin untuk
mengajarkan kita. Penambahan materi disekolah pun semakin padat atau pun
semakin sibuk dengan tumpukan soal-soal tahun lalu yang diberikan oleh guruku,
sehingga tak ada waktu untuk bermain.
Waktu
yang menegangkan pun tiba. Ujian nasional akan segera dilaksanakab. Pagi yang
cerah tetapi terasa kelabu oleh para pelajar yang ingin melaksanakan ujian. Sebelum
lonceng masuk berbunyi, aku dan
sahabat-sahabatku berkumpul bersama disalah satu kelas yang berada disekolahku.
Kami semua bedoa dan mengharapkan kemudahan dari Allah untuk mengerjakan soal
ujian nanti dengan lancar. Lonceng pun berbunyi dan pertanda bahwa ujian
nasional akan segera dimulai. Usai sudah usahaku pada hari ini, dan akupun
kembali menyiapkan persiapan untuk hari selanjutnya. Waktu pun terus berjalan
dan berjalan hingga akhirnya selesai sudah usahaku dan akupun siap untuk
menunggu hasil dari usahaku selama ini.
Hari-hari
yang ditunggu-tunggu tiba yaitu hari penentuan kelulusan. Sekolahku mengadakan
acara pentas seni di sekolah. Semua siswa kelas 9 diwajibkan mengenakan pakaian
adat seperti kebayadan untuk putra dapat mengenakan jas atau baju adat lainnya.
Pada hari itu, semua tampak cantik dan tampan, tetapi terlihat ada rauk wajah
kepanikan disetiap orang. Berbagai acara ditampilkan disana, mulai dari
pembacaan puisi, bernyanyi, sampai menaripun ada. Ada beberapa dari sahabatku
ikut mengisi acara, tampil dengan suaranya yang indah dan kelancarannya
dalam bermusik.
Detik-detik
yang ditunggu pun tiba dimana akan diumumkan tentang kelulusan. ada 10 nilai
terbesar. Pada saat kepala sekolah berkata “SMPN 259 LULUS 100%” dengan rasa
bangga akupun menangis. Kita semua menangis gembira. Aku tak ragu langsung
memeluk sahabat-sahabatku dengan penuh rasa bangga. 4 orang dari kami mendapat
penghargaan untuk 10 nilai terbesar. Aku dan cotix merayakan kemenangan ini
bersama-sama. Kami habiskan waktu libur bersama.
Tak
terasa liburanpun berlalu, sekarang waktunya aku mendaftar disekolah baru,
begitu pula halnya dengan teman-temanku. Akupun sudah menduduki bangku SMK. Tak
terasa waktu pun semakin cepat. Kesibukan membuat aku dan sahabat-sahabatku
tidak bisa meluangkan waktu bersama. Hari demi hari aku lewati. Kami berkumpul
bersama kurang lebih 1 minggu 2 kali, ya tidak sesering dulu. Tetapi waktu yang
padat tidak menjadi alasanku untuk jauh dari mereka. Salah satu dari kami,
yakni bernama Iin. Ia mengalami sakit sudah cukup lama. Awalnya dia terkena
types, tetapi sering berjalannya waktu ia tak kunjung sembuh hingga akhirnya ia
terkena DBD. Iin dirawat di RS. Polri. Kami pun selalu berusaha untuk
meluangkan waktu dengan datang menjengut Iin. Terdengar bahwa penyakit yang
dideritanya semakin parah. Iin pun dipindahkan ke RS. Mitra Keluarga Cibubur. Aku
sangat sedih. Iin adalah sahabatku dari SD hingga sebesar ini. Aku selalu
berharap yang terbaik. Akupun menyempatkan waktu untuk berbuka puasa di rumah
sakit tempat Iin dirawat. Aku bingung, ucapannya semakin lama semakin aneh. “Bel
sakit bel, enggak kuat” ucapnya. Mulutnya yang sulit dibuka membuat ia tidak
bisa makan, Ia selalu berkata “Bel kangen Mamah, kangen kumpul sama kalian.” Kebetulan,
mamahnya sudah meninggal.
Tepat tanggal
13 Juli, aku mendapat kabar bahwa Iin masuk ruang ICU. Aku dan cotix pun pergi
ke rumah sakit untuk melihat Iin. Mulut yang penuh dengan alat, badan yang
pucat, tak sadarkan diri, berbaring lemah dengan selang yang penuh darah. Kami tiba
pukul 10 pagi dan ternyata boleh menjenguknya pukul 17.00 WIB. Kami pun
menunggu hingga kami dapat melihat, walaupun hanya 5 menit dan tidak semua
dapat melihat. Aku masuk ruang ICU. Tak sadar air mataku jatuh melihat keadaan
Iin. Keesokan harinya pukul 05.00 ada orang datang kerumah ku. Ia berkata “Maaf
ini rumahnya Bella? Saya mau kabarin kalau Iin sudah tidak ada” akupun hanya
diam. Aku tak menyangka bisa secepat ini. Aku ambil handphone dan ternyata BBM
ku sudah penuh dengan kabar Iin. Aku langsung menangis tak henti. Aku pun tak
ragu mengajak cotix untuk pergi melihat Iin untuk yang terakhir kalinya.
Setibanya
di kediaman Iin, aku tak kuat menahan air mata. Begitu sakit ketika harus
kehilangan sahabat untuk terakhir kalinya. Jenazah pun dimandikan, dan siap
untuk dikafankan. Tak henti aku dan sahabatku menangis, masih tidak dapat
dipercaya kalau dia harus pergi secepat ini. Liang lahat pun sudah
dipersiapkan,tidak kuat rasanya. Ketika semua sudah pulang dan pemakaman sudah
selesai. Aku dan cotix bergantian meletakkan bunga terakhir dan mencium batu
nisannya. Masih tidak menyangka akan seperti ini. Ketika kita melihat ke makam
Ibunya Iin, ternyata tanggal yang sama yaitu 14 Juli. Sebuah keunikan, dan
mungkin anugerah untuk Iin. 14 bunga dari 14 sahabat, ditanggal 14 dan ditahun
2014.
Semenjak
kejadian tanggal 14 tersebut, kita menjadi mengerti apa itu sahabat. Kita jadi
lebih bisa menghargai waktu-waktu yang ada ketika bersama. Karena sahabat bukan
hanya disaat kita “ada” melainkan juga ada dikala kita sudah tak bisa “apa-apa”
-selesai-
Cerpen by Bella Zulkarnain