-->

Alasan Kenapa Suka Banget Drama Korea dan Kenapa Harus di Blog

28 Februari 2020

Anyeongg..
Hari ini  gue bukan mau review drama korea atau bahas seputar drakor tapi gue ingin curhat atau cerita sedikit tentang kenapasih kok gue bisa se suka ini sama drama korea.

Sebenernya kalau dari keluarga gue sendiri, mama gue tuh dulu seneng banget sama drama korea BBF (Boy Over Flower) yang ditayangin di indosiar sama Playfull Kiss. Iya mama gue demen banget sama Lee Min Ho yang jadi Gu Jun Pyo di BBF sama Kim Hyun Joong yang jadi Yoon Ji Hoo di BBF dan Baek Seung Joo di Playfull Kiss. Kalau gue sendiri saat itu bener-bener gak suka banget sama drama BBF karena cukup lebay menurut gue tentang tahta gitu. Nah kalau Playfull Kiss gue agak suka karena lucu dramanya tapi gak sampai yang ngikutin banget tiap episodenya.

 


Terus pas masih sekolah dulu gue juga pernah disuruh nonton the heirs katanya yang mainnya ganteng dan gataunya yang main si Lee Min Ho. Saat itu gue gak mau nontonnya karena gue gak suka sama Lee Min Ho gara-gara di drama BBF dia masih jelek gitu kan rambutnya keriting. Yaudah akhirnya gue gak nonton sama gak ngikutin dramanya. Nah terus temen sebangku gue dulu juga  nyaranin nonton drama itu karena katanya baper banget yaudah tuh akhirnya gue tonton bareng sama dia pake laptop kalo lagi jam kosong. Setelah gue tonton beberapa episode akhirnya gue pun melanjutkan dan  mengcopy drama itu untuk nonton dirumah. Dari situ sebenernya gue belum yang fanatik banget sama drama korea dan belum ngikutin banget sama perkembangan dramanya.


Setelah setahun gue lulus sekolah sekitaran tahun 2017 gue ada masalah pribadi yang bener-bener bikin down banget. Akhirnya disaranin sama temen gue buat nonton drama aja yang judulnya descendants of the sun atau lebih dikenal dengan nama DOTS. Setelah gue nonton drama inilah gue mulai suka sama drama korea. Berkat drama ini pula gue bener-bener bisa have fun lagi dan agak ngelupain masalah gue. Drama ini juga gue udah tonton hampir 10x kali maybe karna gue ulang-ulang terus nontonnya. Semenjak itu gue jadi sefanatik ini  nonton drama sampai sekarang.


Setelah drama dots yang berhasil memikat hati gue untuk nonton drama yang lain, drama kedua yang gue tonton adalah the heirs. Iya gue ulang lagi nontonnya sekalian diresapin nontonnya haha karena awalnya suka gue skip-skip untuk bagian yang menurut gue ngebosenin. Itu juga hampir 5x gue tonton ulang terus dramanya. Setelah itu gue coba cari-cari digoogle drama apa yang harus gue tonton dan alhasil udah banyak banget drama lama yang berhasil gue tonton saat itu. Kemudian di tahun 2018 gue mulai ngikutin drama-drama on going dan menemulan aplikasi streaming yaitu viu yang memudahkan gue untuk nonton semua drama korea.


Jujur dulunya gue lebih suka baca wattpad dibandingkan kayak nonton film gitu. Gue suka banget baca novel dari dulu sampai pinjam sana sini. Gara-gara itu pula gue juga jadi suka buat nulis cerita atau cerpen gitu bahkan gue pernah buat 1 cerita di wattpad dan di blog ini. Tapi semenjak wattpad udah terkenal luas jadi banyak banget aturan untuk baca ceritanya kayak harus follow writernya dulu baru bisa baca dan lain sebagainya yang membuat gue jadi males untuk baca wattpad lagi.


Kalau ditanya kenapa lebih milih platform blogger untuk mencurahkan hati atau sekedar nulis review drama korea alasannya cuma 1, karena disini orang-orang disekitaran gue gak bakal bisa baca kecuali mereka buka langsung blog gue. Malesnya kalau di platform lain terutama instagram banyak orang disekililing gue yang pasti pada komen "halah lebay" "apaansi korea mulu gajelas" dan lain sebagaimananya yang cuma bisa bikin sakit hati. Makanya cuma di blog ini lah gue bisa nulis apapun terserah gue karena gak bakal ada yang komplen.

Alhamdulillah nya adalah di blog juga bisa di buat  iklannya semacam di youtube walaupun penghasilannya jauh lebih sedikit dibanding iklan youtube maybe, tapi seenggaknya gue udah seneng karena hal yang merupakan hobi gue atau hal yang bikin gue seneng bisa menghasilkan uang walaupun cukup sedikit dibandingkan penghasilan yang lain.

Dulunya gue gapernah sesering ini juga untuk nulis blog kecuali kalau ada tugas sekolah yang mengharuskan untuk posting di blog. Tahun 2019 adalah salah satu tahun produktif gue untuk nulis postingan di  blogger. Bahkan tahun 2019 juga yang membuat gue bener-bener menseriuskan blogger gue untuk dijadikan penghasilan sampingan dan membuat gue selalu mereview semua drama korea yang gue tonton. Karena awalnya gue hanya mereview drama korea yang menurut gue cukup berkesan doang yang akan  gue tulis di blog.

Soo segitu dulu curhatan gue kali ini. Maaf kalau kepanjangan dan gatau jugasih bakalan ada yang baca ataugak selain gue hahha. Ditunggu reviewan drama gue selanjutnya yaitu Dr Romantic Teacher Kim 2.Kamsahamida~

Review Drama Korea : Crash Landing On You (2020)

24 Februari 2020

Anyeongg..
Satu lagi drama yang menurut gue perfectoo, bikin baper parah dan wajib banget buat kalian tonton. Drama ini juga merupakan salah satu drama yang sangat fenomenal loh di Korea maupun di Indonesia. Soo langsung saja check this out!!


Yoon Se Ri (Son Ye Jin) merupakan warga Korea Selatan yang berasal dari keluarga kaya. Walaupun hidup mewah, Yoon Se Ri jauh dari kata bahagia. Dia mempunya 2 kakak tiri dan 1 ibu tiri yang sama sekali tidak perhatian terhadapnya. Dia sempat ingin malakukan bunuh diri di tempat yang indah tetapi tidak  jadi karena dia melihat keindahan paralayang di negara Swiss. Akhirnya dia pun menemukan hobi baru nya yaitu bermain paralayang.


Suatu ketika dia harus melakukan uji coba terhadap baju olahraga keluaran terbaru dengan menaiki paralayang. Saat itu angin cukup kencang dan dia tetap nekat untuk menaikinya. Sampai diatas, Se Ri melihat ada angin tornado yang menghantam nya dan menyebabkan dia terjatuh di Korea Utara.


Di Korea Utara dia diselamatkan oleh tentara korut bernama Ri Jeong Hyeok (Hyun Bin). Ri Jeong Hyeok merupakan kapten dari tentara pasukan khusus. Dia memiliki anak buah yang sangat setia kepadanya. Dikarenakan kapten Ri tau bahwa Se Ri bukanlah mata-mata dari Selatan, dia pun berniat untuk membantu memulangkannya ke Selatan. Kapten Ri berusaha menutupi identitas asli Se Ri dengan mengakui sebagai tunangannya yang bekerja di divisi 11. Padahal kapten Ri sebenernya sudah bertunangan dengan anak pemilik mall di Pyongyang bernama Seo Dan (Seo Ji Hye).


Namun lama kelamaan identitas asli Se Ri terbongkar oleh Cho Cheol Gang (Oh Man Seok) petugas badan keamaan di Korut dan berusaha ingin membunuh Se Ri. Kapten Ri pun nekat untuk meminta bantuan ayahnya yang merupakan dirut biro politik umum agar Se Ri bisa ikut dengan atlet nasional ke Eropa agar bisa pulang ke Selatan. Se Ri pun membuat passpor Korut agar bisa naik pesawat bersama para atlet di Pyongyang.


Sewaktu di Pyongyang, mereka tidak sengaja bertemu dengan mantan tunangan Se Ri yaitu Gu Seung Jung (Kim Jung Hyun) yang sedang kabur ke Korut. Gu Seung Jung adalah penipu yang membawa kabur uang kakaknya Se Ri. Karena dikejar-kejar di Selatan akhirnya dia pun kabur ke Utara dengan menggunakan passpor Inggris dengan nama Alberto.


Usaha kapten Ri untuk memulangkan Se Ri dengan memasukan Se Ri sebagai atlet nasional tidak berhasil. Usaha terakhir kapten Ri untuk memulangkan Se Ri adalah melalui perbatasan dimana awal Se Ri ditemukan. Akhirnya cara itu pun berhasil dan Se Ri berhasil pulang ke Selatan.


Namun ternyata Cho Cheol Gang mengikuti Se Ri ke Selatan dengan niat untuk membawa Se Ri kembali ke Utara agar bisa membunuhnya dan membuat kapten Ri hancur. Karena hal tersebut kapten Ri dan diam-diam anak buahnya pun turut mengikuti kapten Ri ke Selatan untuk membawa pulang Cho Cheol Gang agar segera diadili dan melindungi Se Ri di Selatan.


Gila sih drama ini sangat-sangat seru banget. Selain karena para pemainnya, jalan cerita drama ini juga sangat menarik karena cinta terhalang 2 negara yang belum bersatu. Karakter di drama ini, dari pemain utara sampai pemain pendukung, masing-masing mempunyai kesan tersendiri. Terutama gue sangat suka dengan geng gibah anak buah kapten Ri kalian sangat dabest!!


Chemistry antara kapten Ri dan Yoon Se Ri gak diragukan lagi karena ini bukan pertama kalinya mereka beradu akting bareng. Bahkan banyak banget rumor yang menyebutkan mereka berpacaran tapi selalu dibantah oleh agensi masing-masing padahal kalau mereka berpacaran pun banyak fans yang dukung.

Chemisty antara Alberto a.k.a Gu Seung Jung sama Seo Dan juga bikin baper namun sayang banget akhir dari mereka berdua tidak berakhir happy ending. Gue berharap kalian bertemu di pertemukan kembali di drama-drama lainnya ya karena cocok banget!!


Drama ini sangat fenomenal karena mengusung tentang 2 negara yaitu Korea Selatan dan Korea Utara. Rating drama ini juga mengalahkan rekor dari drama goblin yaitu tembus diangka 25% yang merupakan rating tertinggi untuk tv kabel. Namun, ada juga yang menuntut drama ini dikarenakan drama ini sangat meninggikan Korea Utara padahal drama ini sangat jelas dan ditegaskan di setiap awal episode bahwa drama ini hanyalah fiksi.


Ost atau soundtrack dari drama ini juga patut kalian denger semuanya karena nenangin hati banget dan kalau dengerin lagunya jadi keinget dramanya lagi dan bikin sedih lagi. Gue paling suka yang judulnya but it's destiny dinyanyiin oleh 10 cm, kalian wajib denger deh lagunya enak banget.


Soo satu lagi drama yang harus masuk ke dalam list wajib ditonton dan kayaknya gue akan nonton ulang drama ini deh karena sebagus dan sebaper itu dramanya. Jadi jelas rate dari gue 10/10 PERFECTOO *****

Trailer Crash Landing On You

Review Drama Korea : Hot Stove League (2020)

17 Februari 2020

Anyeong..
Kali ini gue akan membahas drama korea yang baru banget tamat dan kali ini tentang dunia olahraga yaitu Hot Stove League. Langsung aja check this out!!


Lee Se Young (Park Eun Bin) bekerja sebagai manager operasional dari tim profesional baseball Dreams. Tim Baseball dreams adalah tim terburuk yang selalu berada ditingkat paling akhir. Pemain maupun krunya selalu berbeda pendapat dan alhasil berujung dengan adu jontos.


Suatu hari Dreams kehilangan manager umumnya karena mengundurkan diri. Alhasil CEO Dreams yaitu Ko Kang Seon (Son Jong Hak) dibantu dengan Lee Se Young sebagai manager operasional membuka lowongan pekerjaan untuk jabatan sebagai manager umum. Banyak kandidat-kandidat yang memenuhi kriteria dan juga mengerti dalam hal baseball. Kecuali 1 orang yaitu Baek Seung Soo (Namgung Min). Dia tidak mengerti baseball dan waktu diinterview pun ngomong seenak jidatnya yang membuat Pak Ko dan Lee Se Young kesal.


Namun pemilik Dreams yaitu Kwon Kyung Min (Oh Jung Se) menginginkan Baek Seung Soo sebagai manager umum yang baru dikarenakan latar belakang Seung Soo yang selalu bisa memenangkan tim dan kemudian dibubarkan. Keputusan ini jelas membuat Se Young merasa kesal karena Seung Soo sama sekali tidak memiliki background Baseball.


Hari pertama Baek Seung Soo menjabat sebagai manager umum sudah banyak yang dibuat kesal oleh sifat dan tindakan Seung Soo. Pasalnya dia merombak abis personil yang ada ditim tanpa persetujuan bersama. Sifat Seung Soo yang arogan juga jelas sangat tidak disukai oleh bawahannya. Hanya Se Young yang mendukung segala keputusan Seung Soo karena dia percaya bahwa Seung Soo mampu memajukan tim Dreams.


Drama ini sebenarnya lebih menceritakan tentang kehidupan didunia tim profesional baseball sebelum diadakannya pertandingan/turnamen jadi lebih ke sistem managementnya. Mulai dari aturan latihan para pemain sampai cara merekrut pemain baru/pertukaran pemain antar tim. Kalau dari sudut pandang gue yang notabenenya gak paham sama sekali tentang dunia baseball mungkin agak bingung di awal karena banyak sekali istilah-istilah baseball. Tapi secara keseluruhan drama ini cukup seru untuk ditonton dan rating drama ini juga cukup tinggi di korea yaitu diatas 15%.


Soo buat kalian pecinta baseball mungkin drama ini jadi salah satu list yang harus ditonton ya. So rate dari gue 8/10 ****

Trailer Hot Stove League

Pengertian dan Jenis Seni Tari

16 Februari 2020


PENGERTIAN SENI TARI MENURUT PARA AHLI

Haukin 
Tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diubah oleh imajinasi dan diberi sebagai ungkapan si pencipta (Haukins: 1990, 2).

La Mery 
Tari adalah ekspresi yang berbentuk simbolis dalam wujud yang lebih tinggi harus diinternalisasikan Untuk menjadi bentuk yang nyata.

Kamala Devi Chattopadhyaya
Tari adalah suatu instinct atu desakan emosi didalam diri kita yang mendorong kita untuk mencari ekspresi pada tari.

Sussanne K Langer
Tari adalah gerak ekspresi manusia yang indah. Gerakan dapat dinikmati melalui rasa ke dalam penghayatan ritme tertentu.

Corry Hamstrong
Tari merupakan gerak yang diberi bentuk dalam ruang.

JENIS - JENIS TARI

Tari Primitif Tari yang dilakukan turun-temurun dalam lingkungan suku-suku terasing (primitif). Ciri-cirinya adalah sederhana, unsure magis dan ritual yang mendominasinya. Dan tidak mempunyai pola yang khusus atau menetap

Tari Kerakyatan Penggarapan tari yang dilakukan secara turun temurun dilakukan oleh masyarakat luas. Diluar keratin atau istana. Adapun ciri-cirinya adalah : sederhana, unsur magis berfungsi sebagai upacara dan kegembiraan. Telah mempunyai bentuk penggarapan yang semi permanen, tetapi tidak memiliki patokan (tata aturan teknis atau artistik) yang dianut.

Tari Klasik Tari secara turun temurun dilakukan oleh empu atau para ahlidilingkungan istana. Ciri-cirinya adalah : bersifat ritual, serius (ditampilkan secara seremonial), hikmat. Mempunyai patokan-patokan dan standar yang baku, baik segi teknis ataupun segi artistik.

Menurut jenisnya, tari digolongkan menjadi tari rakyat, tari klasik, dan tari kreasi baru. Dansa adalah tari asal kebudayaan Barat yang dilakukan pasangan pria-wanita dengan berpegangan tangan atau berpelukan sambil diiringi musik. Sedangkan berdasarkan koreografinya, jenis tari dibedakan menjadi :

  • Tari tunggal ( Solo ), Tari tunggal adalah tari yang diperagakan oleh seorang penari, baik laki-laki maupun perempuan. Contohnya tari Golek ( Jawa Tengah ).
  • Tari berpasangan ( duet/pas de duex), Tari berpasangan adalaah tari yang diperagakan oleh dua orang secara berpasangan. Contohnya tari Topeng (Jawa Barat).
  • Tari kelompok ( Group choreography), Tari kelompok yaitu tari yang diperagakan lebih dari dua orang.

Makalah Tentang Masalah Pasar Tradisional Indonesia

14 Februari 2020


Dampak dari hal yang dikemukakan, menurut survei AC Nielsen pada tahun 2004 didapatkan data bahwa pertumbuhan pasar modern 31,4% dan pasar tradisional bahkan minus 8,1%. Hal ini menunjukkan adanya masalah yang dihadapi pasar tradisional sebagai wadah utama penjualan produk-produk kebutuhan pokok yang dihasilkan oleh para pelaku ekonomi skala menengah kecil.
Pasar tradisional selama ini kebanyakan terkesan kumuh, kotor, semrawut, bau dan seterusnya yang merupakan stigma buruk yang dimilikinya. Namun demikian sampai saat ini di kebanyakan tempat masih memiliki pengunjung atau pembeli yang masih setia berbelanja di pasar tradisional. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa banyak juga pasar tradisional yang dalam perkembangannya menjadi sepi, ditinggalkan oleh pengunjung atau pembelinya yang beralih ke pasar moderen.


LATAR BELAKANG

Pasar sebagai suatu bentuk pelayanan umum tempat terjadinya transaksi jual beli barang bagi masyarakat, merupakan salah satu cerminan perekonomian dan sosial budaya setiap komunitas di dunia ini. Seiring dengan perkembangan zaman, dari waktu ke waktu pasar mengalami evolusi bentuk tempat dan cara pengelolaannya, dari yang bersifat tradisional menjadi modern. 

Perkembangan tempat perbelanjaan di kota-kota di dunia, baik di negara-negara Barat maupun Asia, semuanya melalui tahapan-tahapan, mulai dari pasar tradisional, yang kemudian mengalami proses modernisasi menjadi toserba (toko serba ada), jaringan toko, shopping center, department store, supermarket. Proses modernisasi ini tidak terlepas dari perubahan pola demografi, spesialisasi dan diversifikasi profesi, serta struktur sosial ekonomi dan perubahan budaya masyarakat (West, 1994).
Pada satu sisi keberadaan pasar-pasar modern (plaza/supermarket) tidak dapat diabaikan seiring dengan perkembangan dan perubahan perilaku konsumtif masyarakat, namun pada sisi lain keberadaan pasar tradisional sebagai tuntutan masyarakat kebanyakan juga tidak bisa dipinggirkan. Situasi yang serba bertolak belakang ini senantiasa berdampak pada terjadinya tarik menarik (trade off) antara pasar modern dengan pasar tradisional. 

Keberadaan pasar tradisional di era modern seperti sekarang ini tidak saja masih dibutuhkan, tetapi juga tidak dapat dipisahkan dari sistem kehidupan masyarakat Indonesia. Kondisi ini disebabkan karena pada sebagian besar masyarakat Indonesia masih banyak yang belum memahami manfaat dari perkembagan ilmu dan teknologi, misalnya berbelanja melalui internet. Sampai saat ini menurut Basalah pasar tradisional masih dominan peranannya di Indonesia dan masih sangat dibutuhkan keberadaannya, terutama bagi masyarakat kelas menengah ke bawah. Menurut Geertz di dalam pasar tradisional tekanan terpenting dalam persaingan bukanlah antara kegigihan penjual dengan penjual lainnya, tetapi persaingan antara kegigihan penjual dengan calon pembeli dalam melakukan proses tawar menawar (Narwoko&Bagong, 2004 : 281) Manusia adalah mahluk homo economics yang selalu ingin memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya. Karena itu kalau membeli barang selalu akan memilih yang manfaatnya terbesar dengan harga tertentu atau harganya termurah.

Penjual yang ingin memperoleh harga yang inggi, barangnya tidak akan laku, karena langsung disaingi sehingga terpaksa harus menurunkan harganya. Kebutuhan dan keinginan pembeli yang bervariasi merupakan pedoman bagi pedagang dalam melaksanakan usahanya. Pembeli biasanya memperlihatkan preferensi dan prioritas barang yang berbeda-beda. Mereka pada umumnya menginginkan produk dan jasa yang memuaskan kebutuhan mereka dengan harga yang besaing. Perbedaan-perbedaan inilah yang menciptakan segmen pasar bagi para pembeli. Perilaku pembeli merupakan tindakan-tindakan individu yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh, menggunakan, dan menentukan produk dan jasa, termasuk dalam proses pengambilan keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan-tindakan tersebut (Setiadi, 2003 : 93) 

Pada umumnya setiap pembeli selalu menginginkan barang-barang yang berkualitas tinggi dengan harga yang murah dan suasana berbelanja yang nyaman, bersih dan tersedia berbagai fasilitas yang dibutuhkan pembeli seperti transaksi elektronik (ATM dan kartu kredit) dan tersedianya tempat parkir yang luas. Kesemua fasilitas tersebut tentunya terdapat di pasar modern. Memuaskan pembeli adalah merupakan kunci sukses dalam melaksanakan bisnis perdagangan. Berbagai tanggapan dari pelanggan perlu diterima sebagai masukan yang berguna bagai pemgembangan suatu perdagangan, oleh karena itu pedagang dalam mencapai tujuannya tersebut harus mengetahui apa yang diinginkan dan yang dibutuhkan oleh pembelinya. Namun tidaklah mudah bagi pedagang untuk mengenal watak dan prilaku dari pembelinya, karena bisa jadi apa yang diungkapkan itu bertolak belakang dengan sebenarnya.


PENGERTIAN PASAR DAN PASAR TRADISIONAL

Pasar adalah salah satu dari berbagai sistem, institusi, prosedur, hubungan sosial dan infrastruktur dimana usaha menjual barang, jasa dan tenaga kerja untuk orang-orang dengan imbalan uang. Barang dan jasa yang dijual menggunakan alat pembayaran yang sah seperti uang fiat. Kegiatan ini merupakan bagian dari perekonomian. Ini adalah pengaturan yang memungkinkan pembeli dan penjual untuk item pertukaran. Persaingan sangat penting dalam pasar, dan memisahkan pasar dari perdagangan. Dua orang mungkin melakukan perdagangan, tetapi dibutuhkan setidaknya tiga orang untuk memiliki pasar, sehingga ada persaingan pada setidaknya satu dari dua belah pihak. Pasar bervariasi dalam ukuran, jangkauan, skala geografis, lokasi jenis dan berbagai komunitas manusia, serta jenis barang dan jasa yang diperdagangkan. Beberapa contoh termasuk pasar petani lokal yang diadakan di alun-alun kota atau tempat parkir, pusat perbelanjaan dan pusat perbelanjaan, mata uang internasional dan pasar komoditas, hukum menciptakan pasar seperti untuk izin polusi, dan pasar ilegal seperti pasar untuk obat-obatan terlarang. 

Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi penjual pembeli secara langsung dan biasanya ada proses tawar-menawar, bangunan biasanya terdiri dari kios-kios atau gerai, los dan dasaran terbuka yang dibuka oleh penjual maupun suatu pengelola pasar. Kebanyakan menjual kebutuhan sehari-hari seperti bahan-bahan makanan berupa ikan, buah, sayur-sayuran, telur, daging, kain, pakaian barang elektronik, jasa dan lain-lain. Selain itu, ada pula yang menjual kue-kue dan barang-barang lainnya. Pasar seperti ini masih banyak ditemukan di Indonesia, dan umumnya terletak dekat kawasan perumahan agar memudahkan pembeli untuk mencapai pasar. Beberapa pasar tradisional yang "legendaris" antara lain adalah pasar Beringharjo di Yogyakarta, pasar Klewer di Solo, pasar Johar di Semarang. Pasar tradisional di seluruh Indonesia terus mencoba bertahan menghadapi serangan dari pasar modern.

 pasar tradisional


MASALAH PASAR TRADISIONAL

Maraknya pembangunan pasar modern seperti hypermarket dan supermarket telah menyudutkan pasar tradisional di kawasan perkotaan, karena menggunakan konsep penjualan produk yang lebih lengkap dan dikelola lebih profesional. Kemunculan pasar modern di Indonesia berawal dari pusat perbelanjaan modern Sarinah di Jakarta pada tahun 1966 dan selanjutnya diikuti pasar-pasar modern lain (1973 dimulai dari Sarinah Jaya, Gelael dan Hero; 1996 munculnya hypermarket Alfa, Super, Goro dan Makro; 1997 dimulai peritel asing besar seperti Carrefour dan Continent; 1998 munculnya minimarket secara besar-besaran oleh Alfamart dan Indomaret; 2000-an liberalisasi perdagangan besar kepada pemodal asing), serta melibatkan pihak swasta lokal maupun asing. Pesatnya perkembangan pasar yang bermodal kuat dan dikuasai oleh satu manajemen tersebut dipicu oleh kebijakan pemerintah untuk memperkuat kebijakan penanaman modal asing.

 pasar modern


Dampak dari hal yang dikemukakan, menurut survei AC Nielsen pada tahun 2004 didapatkan data bahwa pertumbuhan pasar modern 31,4% dan pasar tradisional bahkan minus 8,1%. Hal ini menunjukkan adanya masalah yang dihadapi pasar tradisional sebagai wadah utama penjualan produk-produk kebutuhan pokok yang dihasilkan oleh para pelaku ekonomi skala menengah kecil.

Pasar tradisional selama ini kebanyakan terkesan kumuh, kotor, semrawut, bau dan seterusnya yang merupakan stigma buruk yang dimilikinya. Namun demikian sampai saat ini di kebanyakan tempat masih memiliki pengunjung atau pembeli yang masih setia berbelanja di pasar tradisional. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa banyak juga pasar tradisional yang dalam perkembangannya menjadi sepi, ditinggalkan oleh pengunjung atau pembelinya yang beralih ke pasar modern.


 kondisi pasar tradisional yang kotor dan sempit


Melekatnya stigma buruk pada pasar tradisional, seringkali mengakibatkan sebagian dari para pengunjung mencari alternatif tempat belanja lain, di antaranya mengalihkan tempat berbelanja ke pedagang kaki lima dan pedagang keliling yang lebih relatif mudah dijangkau (tidak perlu masuk ke dalam pasar). Bahkan kebanyakan para pengunjung yang tergolong di segmen berpendapatan menengah bawah ke atas cenderung beralih ke pasar moderen, seperti pasar swalayan (supermarket dan minimarket) yang biasanya lebih mementingkan kebersihan dan kenyamanan sebagai dasar pertimbangan beralihnya tempat berbelanja.

Seringkali dikesankan bahwa perilaku pedagang yang menjadi penyebab utama terjadinya kondisi di kebanyakan pasar tradisional memiliki stigma buruk. Sebaliknya, di lapangan di lapangan dijumpai peran pengelola pasar terutama dari kalangan aparatur pemerintah dalam mengupayakan perbaikan perilaku pedagang pasar tradisional masih sangat terbatas. Banyak penyebab yang melatarbelakangi kondisi ini. Dimulai dari keterbatasn jumlah tenaga dan kemampuan (kompetensi) individu tenaga pengelola pengelola serta keterbatasan kelembagaan (organisasi) pengelola pasar untuk melakukan pengelolaan pasar dan pembinaan pedagang.

Selanjutnya permasalahan yang dihadapi oleh para pengelola pasar di lapangan tidak terlepas dari Kebijakan pimpinan daerah dan para pejabat di bawahnya (Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah-SKPD) di tingkat Kabupaten atau Kota. Dari kebijakan yang dikeluarkan dapat diketahui kepedulian mereka terhadap pasar tradisional berserta para pedagang di dalamnya dan para Pedagang Kaki Lima (PKL). Seperti diketahui pembiaran PKL dapat menyebabkan gangguan terhadap pasar tradsional dan para pedagang di dalamnya, sehingga para PKL juga perlu ditata dan dibina seperti halnya dengan pasar tradisional dan para pedagangnya.

Berikut ini dicoba untuk menelaah permasalahan pasar tradisional yang peninjuannya berdasarkan pejabat dan institusinya yang terkai, dimulai dari lapis (layer) di tingkat paling atas atau pihak-pihak yang memiliki kewenangan yang paling tinggi (pimpinan daerah), kemudian turun secara hirarkhi, berjenjang ke bawah yakni ke pihak-pihak (Kepala SKPD dengan jajarannya) yang memilki kewenangan dengan ruang lingkup yang lebih terbatas.

 suasana pasar tradisional


PASAR TRADISIONAL LEBIH SEBAGAI PENGHASIL PENDAPATAN ASLI DAERAH

Kepedulian Pimpinan Daerah dan Para Pejabat di bawahnya terhadap pasar tradisional menentukan kebijakan dan bentuk organisasi dari instansi (SKPD) yang membidangi pasar tradisional di daerahnya. Di beberapa daerah, pimpinan daerah meletakkan posisi pasar semata-mata sebagai salah satu sumber utama. Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui retribusi yang dipungut dari para pedagang. Sehingga kebijakan yang dikeluarkan oleh Pimpinan Daerah (Bupati/Walikota) dan Pejabat Daerah di tingkat bawahnya (Kepala SKPD) lebih menekankan pada hal-hal yang berkaitan dengan optimalisasi pemungutan retribusi pasar, seperti Pengaturan Pemungutan dan Penyetoran Retribusi serta Administrasi Keuangan (pembukuan) Retribusi semata daripada penekanan pada pembinaan pasar termasuk di dalamnya pembinaan para pengelola pasar dan pedagang pasar. Akibat dari adanya kebijakan optimalisasi pemungutan retribusi tersebut, maka kepada para Kepala Pasar diberikan target-target yang untuk mencapainya pasar diusahakan sedemikian rupa agar dapat menampung pedagang dalam jumlah sebanyak mungkin, termasuk mengisi sebagian tempat-tempat kosong seperti tangga dan lorong-lorong pasar yang seharusnya dibiarkan tetap kosong tanpa pedagang agar para pengunjung tetap nyaman berlalu lalang. 

Dalam situasi di mana peran pasar lebih ditekankan sebagai salah satu penghasil PAD, maka di beberapa daerah mendudukan pasar tradisional di bawah Dinas Pendapatan Daerah (DINPENDA). Karena kompeteinsi utama DINPENDA adalah penghimpun PAD, maka sudah barang tentu SKPD ini tidak memiliki kompetensi sebagai pembina pasar tradisional. Pembinaan para pedagang pasar biasanya diserahkan kepada dinas (SKPD) yang membidangi perdagangan, koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Model pembinaan yang melibatkan dua SKPD ini biasanya sulit berjalan dengan baik, mengingat masalah koordinasi di antara dua SKPD tersebut. Di sini SKPD pembina pedagang pasar ketika melakukan pembinaan harus merasuk ke dalam unit kerja pasar tradisional yang secara keorganisasian berada di bawah kewenangan DINPENDA. Kesulitan dalam melakukan koordinasi ini sudah menjadi sesuatu hal yang lumrah karena kentalnya ego sektoral yang pada akhirnya masalah ini menjadi salah satu sebab munculnya stigma buruk yang melekat pada pasar tradisional sehingga tidak menarik untuk dikunjungi oleh masyarakat konsumen. Sebenarnya kondisi ini berujung pada berkurangnya jumlah pedagang yang berjualan di pasar tersebut yang pada akhirnya dapat mengurangi besarnya retribusi yang dikumpulkan. Pembinaan pasar tradsional yang ideal adalah mewujudkan terjadinya keseimbangan antara peran pasar sebagai penghasil PAD dengan sebagai penyedia fasilitas yang memudahkan masyarakat untuk melakukan jual beli secara ekonomis dan mengikuti tradisi sosial budaya yang berkembang di daerah setempat.

Dalam praktik yang paling banyak dijumpai adalah penggabungan antara tugas pembinaan teknis bagi pengelola dan pedagang pasar dengan penghimpunan retribusi sebagai PAD yang ditangani oleh satu SKPD yang sering disebut dengan Dinas Pengelolaan Pasar (DPP). Penggabungan kedua tugas ini tampaknya merupakan jalan tengah, antara di satu sisi ekstrim yaitu meletakkan peran pasar tradisional sebagai penyumbang PAD semata dengan di sisi lain yaitu meletakkan peran pasar tradisional untuk menyediakan tempat bagi masyarakat pedagang dan kalangan masyarakat konsumen dalam bertransaksi jual beli. Kebijakan pembinaan dengan mengambil jalan tengah yang menggabungkan kedua tugas seperti ini memang tidak sebaik jika fokus pembinaan pasar tradisional diserahkan kepada salah satu SKPD yang memang memiliki kompetensi inti pembinaan pasar dan pedagang.


Pedagang Kaki Lima (PKL)

Pembinaan pasar tradisional yang paling memerlukan upaya paling besar adalah pembinaan pedagang yang berjualan di pasar tersebut. Dalam pembinaan pedagang pasar tradisional perlu juga memperhatikan pedagang lain yang berada di sekitar pasar tradisional, terutama pedagang kaki lima (PKL).

Berdasarkan pengalaman empiris dan penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Penelitian SMERU (2007) terhadap para pedagang di pasar-pasar tradisional di Bandung dan Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok dan Bekasi (JABODETABEK) diperoleh informasi bahwa salah satu pesaing utama para pedagang di pasar-pasar tradisional adalah para PKL. Sehingga keberadaan PKL di sekitar pasar hendaknya diperhatikan benar agar tidak menyaingi para pedagang pasar, karena mereka banyak yang berjualan menutupi bagian depan dan jalan masuk ke pasar yang ini menjadikan bagian luar pasar-pasar tradisional tampak kumuh dan semrawut. Di kebanyakan pasar tradisional, kondisi seperti ini dibiarkan terus terjadi tanpa solusi, akibatnya para pembeli tidak perlu masuk ke dalam pasar sehingga memancing para pedagang yang berjualan di dalam pasar berpindah ke luar meninggalkan lapaknya yang pada akhirnya keadaan di dalam pasar kosong, sebaliknya di luar pasar keadaannya padat seperti layaknya pasar tumpah.

Untuk menghindari persaingan antara pedagang pasar dengan PKL, maka perlu dilakukan penataan dengan menempatkan PKL ke lokasi yang ditentukan, di mana di tempat yang baru PKL tidak lagi menyebabkan kekumuhan baru dan tidak menyaingi pedagang pasar tradisional. Untuk menghindari kesulitan dalam hal koordinasi, maka penanganan permasalahan (penataan dan pembinaan) pedagang pasar tradisional dan PKL sudah seyogyanya dilakukan di bawah satu atap (satu SKPD). Di kebanyakan Pemerintah Kabupaten/Kota, SKPD yang menangani pembinaan pedagang pasar tradisional dan PKL adalah Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) (dan Pasar). Mengingat SKPD ini tidak saja bertugas membina pedagang, tetapi juga membina para pelaku di sektor industri industri terutama yang berskala usaha mikro, kecil dan menengah serta sektor koperasi, maka pembinaan pasar tradisional, pedagang pasar dan PKL hanya ditangani oleh pejabat setingkat Eselon III (Kepala Bidang), bahkan dengan lingkup masing-masing yang lebih sempit hanya ditangani oleh pejabat setingkat Eselon IV. Di sini kewenangan pejabat tersebut terbatas, mengingat dalam praktik, pengelolaan pasar tradisional banyak melibatkan kewenangan SKPD/instansi lain, seperti di bidang perparkiran, kebersihan, keamanan dan ketertiban, kesehatan, lingkungan hidup, perlindungan konsumen, dan kemetrologian (tertib ukur). Demikian juga, banyak pihak yang terlibat dalam penataan dan pembinaan PKL, seperti yang berkaitan dengan penataan wilayah/kota, keamanan dan ketertiban, kebersihan, serta perdagangan eceran.




Penanganan permasalahan Pedagang Pasar Tradisional dan PKL yang dirasakan paling ideal apabila ditangani oleh Dinas Pengelolaan Pasar atau Dinas Pasar (DPP) dimana di dalam struktur SKPD ini terdapat Bidang yang menangani Pasar Tradisional termasuk pedagang tradisional di dalamnya dan Bidang yang khusus menangani PKL. Di sini Kepala Bidang yang menangani Pasar Tradisional dan Kepala Bidang yang menangani PKL dapat saling berkoordinasi dalam menangani kedua kelompok pedagang ini di bawah kendali Kepala DPP sebagai koordinator, sehingga kedua pedagang pasar tradisional tidak diganggu oleh keberadaan PKL dan kemudian PKL sedikit demi sedikit diarahkan menjadi pedagang pasar tradisional.

Ada pula daerah yang tidak menjadikan PKL sebagai para pedagang yang harus dibina, sehingga dapat diaktakan bahawa keberadaannya sama sekali tidak dikehendaki oleh Pemerintah Daerah yang bersangkutan. Di sini Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP) diwajibkan menertibkan PKL dan sekaligus melakukan pembinaan dalam hubungannya dengan kemudahan untuk penertiban, bukan pembinaan yang berkaitan dengan pembinaan kegiatan usaha di lokasi tetap. Di sini PKL selalu dianggap menjadi masalah tanpa memperhatikan bahwa keberadaannya selain dibutuhkan masyarakat konsumen juga menjadi tempat penampungan pekerja informal, karena keterbatasan daya tampung lapangan kerja formal di daerah yang bersangkutan. Sudah barang tentu, pengerahan SATPOL PP dalam penertiban PKL tidak serta merta persaingan antara Pasar Tradisional dengan PKL dapat terselesaikan, karena proses penertiban hanya menghasilkan ketertiban PKL yang semu (melarang PKL berdagang di suatu tempat) dan berjangka pendek, di lain pihak umumnya jumlah PKL akan bertambah terus dan membutuhkan tempat berdagang yang semakin luas.


PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL

Pemahaman tentang aktivitas pengelolaan pasar dan perdagangan eceran (ritel) mutlak harus dimiliki oleh aparatur dinas yang ditugasi membinan pasar tradisional termasuk di dalamnya pedagang pasar. Dalam merancang kebijakan pemerintah kabupaten/kota yang diterbitkan dalam Peraturan Daerah (PERDA) serta peraturan dan pedoman pelaksanaan harus didasarkan atas pemahaman tentang pengelolaan (manajemen) pasar dan perdagangan eceran (ritel). Selanjutnya dalam pelaksanaan peraturan dan pedoman pelaksanaan tersebut seyogyanya para aparatur pelaksana mulai di tingkat SKPD (dinas yang membidangi pasar) hingga di tingkat pengelola pasar seyogyanya juga memahami hal-hal yang mendasar tentang pengelolaan pasar dan perdagangan eceran. Tentunya tingkat pemahaman yang seyogyanya harus dimiliki oleh masing-masing aparatur tersebut berbeda-beda tergantung pada posisi dan sifat tugas aparatur yang bersangkutan.

Agar para aparatur dapat melaksanakan peraturan dan pedoman tersebut dengan baik, maka sebelumnya kepada mereka diberikan pelatihan secara berjenjang tentang pengelolaan pasar dan perdagangan eceran. Selanjutnya kepada para aparatur yang telah dilatih, kepada mereka diberikan kesempatan untuk bekerja di bidang-bidang sesuai dengan pengetahuan yang telah diperolehnya sampai waktu yang dirasakan cukup untuk dapat menerapkan pengetahuan tersebut dan diharapkan pengelolaan pasar dan pedagang pasar dapat beraktivitas mengikuti peraturan dan pedoman dengan tertib dan konsisten serta berkesinambungan.

Perdagangan eceran (ritel) merupakan salah satu bagian dari disiplin ilmu pemasaran yang seringkali kurang dipahami oleh aparatur dari SKPD yang membidangi perdagangan dan pasar, termasuk di dalamnya pasar moderen dan pasar tradisional serta perdagangan eceran. Dalam praktik banyak dijumpai dalam praktik para aparatur yang bekerja di bidang ini tidak memahami tentang pengetahuan dasar pemasaran yang sebenarnya sangat diperlukan ketika mereka bekerja. Sehingga banyak kebijakan, peraturan pelaksanaan, pedoman, petunjuk operasi sebagai upaya pembinaan pasar tradisional serta pedagang pasar dan PKL di mana para aparatur tersebut terlibat penyiapan dan pelaksanaannya, tidak dapat dilaksanakan dengan optimal. Akibatnya, banyak pasar-pasar tradisional berstigma negatif seperti kumuh, kotor, semrawut, bau, sampah berceceran di mana-mana dan seterusnya.

Dalam merancang kebijakan pembinaan pedagang tradisional dan PKL dalam bentuk penguatan daya saing di satu sisi dan menghambat beroperasinya pasar moderen sampai pada suatu saat pasar tradisional mampu bersaing di sisi lain, diperlukan pemahaman tentang ilmu pemasaran (marketing) merupakan hal mutlak di samping ilmu sosial lain yang terkait.


 
Pertimbangan lokasi pasar dan kawasan penempatan PKL misalnya, perlu didasari oleh kebijakan tentang pengaturan pendirian pasar moderen serta kebijakan tentang revitalisasi pasar tradisional dan relokasi PKL ke lokasi yang ditetapkan. lokasi adalah salah satu unsur "P" (Place) dalam "bauran pemasaran" (marketing mix) yang dikenal dengan "Empat P" (Product, Place, Price dan Promotion).
Para pedagang perlu mengetahui ilmu tentang dasar-dasar promosi khususnya mendisplai barang dagangan agar mereka mampu menata dagangan yang menarik calon pembeli, seperti menempatkan produk-produk tertentu sedemikian rupa agar Perlu diketahui bahwa kebanyakan para pengunjung pasar, ketika membeli barang terutama barang-barang sekunder, seperti pakaian dan tas, untuk berbagai camilan untuk makanan, seringkali dipengaruhi oleh emosinya (impuls buying). Sehingga penataan (displai) barang yang menarik, seringkali membangkitkan emosi untuk membeli, sekalipun pembelian ini tidak direncanakan ketika akan berangkat ke pasar. Diakui bahwa terjadinya pembelian yang tidak terencana ini juga sangat dipengaruhi oleh daya beli para pengunjung pasar sebagai konsumen. Semakin kuat daya beli konsumen, maka kemungkinan terjadinya pembelian yang tidak terencana sebelumnya semakin kuat. Oleh karenanya, para pedagang setidaknya sepintas perlu memahami karakter dan kemampuan untuk membeli yang dimiliki oleh para pengunjung pasar yang menjadi pelanggannya.

Para pedagang terbiasa menyimpam/menimbun barang dagangan yang bersifat tahan lama melebihi kemampuan menjual selama periode tertentu. Kebanyakan pedagang cenderung banyak membeli (kulakan) barang dagangan tahan lama pada saat harga murah dan persediaan berlimpah, kemudian disimpan entah sampai kapan. Kemudian, mereka merasa kegiatan usahanya akan lebih aman apabila memiliki barang dagangan dibanding memegang uang kontan, karena persediaan barang dagangan yang berlimpah diperlukan untuk berjaga-jaga jika seandainya ada pembeli secara tiba-tiba membutuhkannya dalam jumlah besar yang sebenarnya berdasar pengalaman jarang terjadi. Di satu sisi hal ini mengakibatkan ada barang dagangan yang menjadi kedaluwarsa akibat prinsip First in First out (FIFO) sulit dijalankan karena penimbunan persediaan/stock barang yang peletakkannya sembarangan tidak dilakukan secara sistematis berdasarkan periode pengadaan melainkan ditumpuk-tumpuk seadanya. Di sisi lain, pasar menjadi tampak kumuh karena penuh dengan tumpukan barang-barang milik pedagang sebagai persediaan barang dagangan. Apabila peletakkan barang dilakukan dengan menumpuk-numpuk hingga tinggi ke plafon, maka sirkulasi udara segar menjadi tidak lancar dan sinar dari cahaya matahari atau lampu penerangan terhalang yang akibatnya los dan lorong/gang pasar menjadi pengap (panas) dan gelap sehingga keadaan pasar menjadi tidak nyaman. Kelemahan ini dapat diatasi dengan memberikan pengetahuan tentang "merchandising" sederhana kepada para pedagang, sehingga mereka mengetahui tentang periodesasi pengadaan dan penimbunan stock barang dagangan (inventory) yang efisien dan ekonomis serta aman bagi kelancaran aktivitas usaha. Di sini para pedagang perlu memahami kebiasaan para pelanggannya kapan membeli dalam jumlah besar atau jumlah yang normal, dan berapa besarnya jumlah pembelian. Selain itu, juga perlu memahami kapan waktunya sulit untuk mendapatkan pasokan. Dengan memahami kondisi kebutuhan dan pasokan tersebut, para pedagang dapat memperkirakan besarnya persediaan barang dagangan yang harus disediakan berdasarkan periode penjualan. Persediaan barang dagangan ini ekonomis, efisien dan aman bagi kelangsungan usaha.

Agar para pedagang tradisional dapat memahami cara untuk mengatasi kelemahan-kelamahan di muka, maka pihak pengelola pasar sebagai pembina perlu mensosialisasikan pengetahuan tentang pemasaran dan merchandising sederhana kepada para pedagang. Untuk itu, kepada pihak pengelola pasar harus terlebih dahulu diberikan pengetahuan dimaksud terlebih dahulu, atau dapat juga dilakukan dengan menggunakan jasa konsultan dari pihak ketiga, namun jangan sepenuhnya dilakukan oleh pihak ketiga, karena dibatasi oleh kontrak kerja dalam jangka waktu tertentu.

REVITALISASI PASAR TRADISIONAL

Kebijakan Pemeerintah dan Pemerintah Daerah dalam merevitalisasi pasar tradisional masih lebih menekankan pada perbaikan (renovasi) phisik bangunan pasar. Masih sangat jarang yang disertai dengan pembangunan kelembagaan (institutional building) seperti mengembangkan organisasi (organizational development) pengelola dan pembina pasar tradisional, termasuk di dalamnya pengembangan sistem manajemen pasar beserta sumber daya manusia (SDM) yang terlibat serta pedagang pasar.



Mulai tahun 2012, Kementerian Perdagangan memberikan bimbingan teknis kepada para pedagang bersama para pengelola pasar tradisional tentang cara berjualan yang baik, seperti mengupayakan dan memelihara kebersihan pasar, cara berdagang yang baik dengan penataan barang dagangan yang menarik pembeli dan pengelolaan pasar. Kegiatan ini masih difokuskan pada pasar-pasar tradisional yang telah direvitalsasi pada tahun lalu, seperti Pasar Grabag di Kabupaten Purworejo, Pasar Cokrokembang di Kabupaten Klaten dan Pasar Minulyo di Kabupaten Pacitan.

Selain dibangun oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah, pembangunan bangunan pasar juga dilakukan oleh pihak swasta, di mana pihak swasta bertindak sebagai pihak pengembang yang berhak menjual kios-kios di lokasi tertentu, biasanya di bagian bangunan pasar yang menghadap ke luar, baik di lantai dasar maupun di lantaui atas apabila bangunan pasar tersebut merupakan pasar yang bertingkat. Sedangkan pihak Pemerintah Daerah bertindak sebagai pengelola pasar yang bersangkutan ketika telah selesai direnovasi. Namun di beberapa daerah, pihak swasta yang bertindak sebagai pengembang juga diserahi untuk mengelola pasar setelah selesai direnovasi dengan cara pengelolaan swasta yang biasanya lebih profesional dibanding dengan pengelolaan oleh Pemerintah Daerah, sehingga pasarnya tampak lebih rapi, bersih dan nyaman.

Pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah yang bekerjasama dengan pihak swasta biasanya menghasilkan bangunan pasar yang lebih besar, bertingkat dan tampak megah. Seringkali pada saat merencanakan bangunan pasar yang baru tidaklah terlalu rinci mempertimbangkan jumlah pedagang yang akan berdagang dan jumlah pembeli yang akan dilayani di pasar yang baru nanti. Pengembang berpandangan bahwa apabila dibangun pasar yang lebih besar, lebih baik dan lebih megah, maka pasar tersebut akan semakin ramai karena lebih banyak pengunjung atu pembeli. Pengembang kurang memperhitungkan bahwa ada tempat berbelanja lain yang sudah terlebih dahulu beroperasi yang menarik banyak pengunjung, Di sini pengembang dan pengelola pasar harus menjadikan pasar tradisional yang baru tersebut lebih menarik untuk dikunjungi dibanding dengan pasar lain termasuk pasar moderen yang sudah terlebih dahalu ada.. Seringkali upaya ini gagal sehingga pasar tradisional yang baru tersebut tampak kosong, sepi pengunjung dan sebagaian dari para pedagang menutup kegiatan usahanya.

Permasalahan revitalisasi sebenarnya muncul sejak awal pada saat penjualan kios atau lapak bagi para calon pedagang yang baru. Penjualan kios oleh pihak pengembang bersifat jual putus di mana pihak pengembang tidak lagi berwenang menentukan jenis barang dagangan setelah kios tersebut dijual ke pedagang. Permasalahan muncul ketika kios atau lapak yang sudah dibeli oleh pihak pertama dijual kembali ke pedagang lain yang jenis dagangannya berbeda dengan barang dagangan yang sudah ditentukan untuk zona di mana kios atau lapak tersebut berada. Inilah yang menjadi salah satu sumber ketidaktertiban zonanisasi barang dagangan di banyak pasar tradisional pada dewasa ini. Untuk mencegah terjadinya hal ini, maka setiap peralihan hak milik kios atau lapak harus sepengetahuan pihak pengelola pasar. Apabila jenis dagangan dari pedagang yang bertindak sebagai pembeli kios atau lapak berbeda dengan jenis barang dagangan yang ditetapkan untuk zona yang bersangkutan, maka perpindahan tangah sebaiknya tidak diteruskan.

Di banyak kabupaten dan kota, kepemilikan lapak atau kios pasar tradisional yang telah direnovasi atau dibangun kembali oleh seseorang dapat lebih dari satu lapak atau kios, sekalipun sebenarnya ia hanya membutuhkan satu lapak atau kios. Sedangkan sisa lapak atau kios yang sudah dimiliknya disewakan atau dijual kembali. Di sini pedagang tersebut seolah-olah bertindak sebagai investor yang kebetulan memiliki dana berlebih dan atau memiliki hak istimewa (privilige). Berdasarkan pengalaman empiris di lapangan, hal ini seringkali menjadi salah satu penyebab banyaknya jumlah kios yang tidak beroperasi di pasar-pasar tradisional yang telah selesai direnovasi atau dibangun kembali dan mulai beroperasi kembali.

Sebagaian dari pemilki kios baru kemungkinan sebelumnya adalah pemilik lapak di los pasar atau pemilik warung di luar pasar (di rumah-rumah penduduk di sekitar pasar) atau ex PKL di sekitar pasar. Bagi para ex PKL, perpindahan operasi ke lapak pasar seringkali menimbulkan masalah pada pasar tradisional, terutama dalam hal kebersihan pasar dan ketidakterarturan penataan barang dagangan. Mereka harus menyesuaikan diri dengan peraturan tentang ketertiban dan kebersihan pasar. Mereka harus mengikuti jam operasi pasar yang sudah ditentukan. Dalam mendisplai barang dagangannya mereka harus mengikuti aturan tidak boleh menjorok jauh ke depan, sehingga mengurangi lebar gang atau lorong tempat pengunjung berjalan dan tidak boleh terlalu banyak menimbun barang dagangan (stock) yang melebihi daya tampung lapaknya.
 

Sebaiknya, untuk menhindari kegagalan program revitalisasi pasar tradisional, maka pada saat peerencanaan pembangunan perlu dipikirkan kapasitas pasar yang akan dibangun harus sesuai dengan jumlah pedagang yang sekarang ada, kemungkinan penambahan jumlah pedagang yang sekarang ada, serta jumlah dan segmen konsumen yang akan berbelanja di pasar tersebut. Seringkali dijumpai banyak keluhan dari pedagang yang sudah berdagang sejak di psar lama, ketika berpindah ke pasar yang sudah direnovasi ukuran kios dan lapak yang diperolehnya menjadi berkurang atau lebih kecil dengan alasan bahwa banyak pedagang baru yang harus ditampung. Kondisi ini menjadi alasan para pedagang untuk menata barang dagangannya melonjak ke luar lapak atau kios melonjak dari batas yang diperkenankan. Akibatnya gang/lorong di los-los pasar menjadi sempit dan tidak nyaman untuk para pembeli berlalu lalang di pasar.

Selanjutnya, juga perlu dipikirkan persiapan calon pengelola pasar (manajemen pasar) yang akan ditugasi mengelola pasar yang baru. Sebaiknya kepada mereka sejak awal diberikan pelatihan tentang manajemen pasar dan diwajibkan menyusun sendiri serangkaian prosedur kerja dan pengawasan pekerjaan di bawah bimbingan pihak yang berkompeten dalam manajemen pasar. Pelatihan dan penyusunan prosedur kerja dan pengawasan pekerjaan ini dilakukan pada saat aktivitas renovasi atau pembangunan pasar yang baru sedang berlangsung. Pengetahuan yang telah diperoleh serta prosedur kerj dan pengawasan pekerjaan yang telah dibuat, hendaknya dipratikan di lingkungan pasar di penempatan sementara selama bangunan pasar sedang direnovasi atau dibangun kembali, agar mereka terbiasa bekerja dengan menggunakan sistem.

Kepada para pedagang yang mendiami lokasi pasar sementara, diperkenalkan pengetahuan sederhana tentang perdagangan eceran mencakup merchandising seperti merencanakan pembelian (kulakan) barang dan persedian (merencanakan stock), sortasi dan pengemasan, penataan dan penyimpanan barang secara sistematis sesuai dengan prinsip FIFO serta pengetahuan tentang manajemen keuangan sederhana. Sama halnya dengan pelatihan bagi calon pengelola pasar, kegiatan bagi para pedagang tersebut juga dilakukan pada saat renovasi atau pembangunan pasar yang baru sedang berlangsung.
Selanjutnya, sejak awal kepada para pedagang juga diperkenalkan tentang penanganan kebersihan yaitu setiap pedagang diwajibkan memiliki tempat sampah sementara di lapak atau kiosnya masing-masing, bisa berbentuk kantung plastik atau tempat sampah dari plastik yang sedapat mungkin sudah memisahkan sampah organik dan anorganik. Setiap kantung sampah tersebut penuh dibuang ke tempat sampah yang terletak di gang atau lorong dekat lapak atau kiosnya. Tujuan untuk memisahkan sampah organik dan anorganik adalah untuk persiapan apabila sampah-sampah tersebut diolah menjadi kompos yang ini harus sudah dipikirkan sejak jauh-jauh hari. Selain itu, pedagang juga diwajibkan untuk bertanggung jawab terhadap kebersihan di lokasi sekitar setiap lapak atau kiosnya. Kepada setiap pedagang diajarkan untuk mematuhi batas tempat yang diijinkan berjualan sehingga tidak mengurangi lebar gang di losnya masing-masing. Dengan melibatkan pedagang dalam hal kebersihan dan ketertiban pasar, maka beban pihak pengelola pasar menjadi lebih ringan. Apabila kebiasaan-kebiasaan seperti ini sudah ditanamkan sejak dini, khususnya pada pasar yang sedang direnovasi atau dibangun kembali, maka diharapkan kebiasaan-kebiasaan ini akan terus berlanjut di pasar yang baru.

Pada saat pasar yang baru akan mulai beroperasi, masalah yang terpelik adalah pembagian lapak dan kios. Di sini perlu dilibatkan calon pengelola pasar yang baru, karena pengalaman empiris menunjukkan bahwa para pengelola pasar merasa tidak tahu menahu tentang pembagian lapak atau kios pada saat pasar yang baru akan mulai beroperasi. Para pengelola pasar yang baru pada umumnya hanya ditugasi menjalankan pengelolaan pasar, sehingga ketika pasar yang baru sudah berjalan kemudian terjadi ketidakdisiplinan zonanisasi pedagang, pihak pengelola cenderung membiarkan atau tidak mau bertanggung jawab, karena merasa tidak dilibatkan awal pembentukan zona pedagang berdasarkan jenis barang dagangan. Padahal ketidaktertiban zonanisasi pedagang merupakan titik awal mulai terjadinya kesemerawutan pasar tradisional.

MANAJEMEN PASAR TRADISIONAL

Keterbatasan kemampuan manajerial pengelola pasar tradisional mempengaruhi kondisi pasar yang bersangkutan, bahkan hal ini menjadi salah satu penyebab utama melekatnya stigma negatif yang kini melekat di pasar-pasar tradisional pada umumnya. Berdasarkan pengalaman empiris di 30 Kabupaten dan Kota di Jawa Tengah, pasar-pasar tradisional yang memiliki tingkat kebersihan, keamanan dan kenyamanan yang tinggi biasanya memiliki Tim Pengelola Pasar dengan organisasi yang berstruktur lengkap dengan pedoman kerja jelas dan cukup rinci. Selain itu pengelola pasar tersebut juga secara intensif dibina dan disupervisi oleh SKPD yang membidangi pasar tradisional dan pedagang (pedagang pasar dan PKL), dengan perkataan lain pasar tradisional tidak semata difungsikan sebagai pengkontribusi PAD.

Seringkali Kepala Pasar memiliki keterbatasan wewenang (otoritas) dalam mengelola pasar tradisonal yakni menghadapi petugas-petugas yang berada di bawah kendali SKPD lain di luar SKPD yang mebidangi pasar dan pedagang, seperti petugas-petugas yang menangani perparkiran, kebersihan dan pertamanan, pembangunan dan perawatan sarana dan prasarana (bangunan, fasilitas air bersih, listrik, pengolahan sampah dan air limbah), dan juga terkadang yang menangani ketertiban PKL. Di sini peran SKPD pembina sangat diperlukan untuk berkoordinasi dengan SKPD lain yang terkait.

Bentuk organisasi pengelola pasar juga seringkali menentukan efektivitas pengelolaan pasar tradisional. Di beberapa kabupaten/kota bentuk organisasi pengelola adalah Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) yang membawahi lebih dari satu pasar ( tiga atau empat pasar). Seringkali kemampuan manajerial Kepala UPTD tidak seimbang dengan jumlah pasar yang harus dikelolanya, sehingga terkesan pasar-pasar tersebut sebatas sebagai unit sumber PAD.

Di beberapa kota, organisasi pengelola pasar tradisional berbentuk Perusahaan Daerah (PERUSDA) seperti di DKI Jakarta, Surabaya dan Bogor. PERUSDA biasanya memiliki kemampuan manajemen yang lebih baik dibanding pihak-pihak penngelola pasar ttradisional di bawah SKPD yang membidangi pasar. Namun tampaknya kemampuan dalam membina para pedangan di pasar-pasar tersebut masih lemah, sehingga ciri kekumuhan pasar-pasar tradisional di bawah PERUSDA masih terlihat.

PENUTUP

Pembinaan pasar tradisional memerlukan upaya terintegrasi, mulai di tingkat kebijakan hingga di tingkat operasional. Setiap tingkat memerlukan bentuk-bentuk pembinaan yang saling terkait satu bidang dengan bidang lain. Sebagai contoh, pembinaan pasar tradsional beserta pedagang pasar dan PKL di tingkat operasional merupakan kelanjutan dari kebijakan Pemerintah Daerah yang tertuang dalam Peraturan Daerah (PERDA) beserta peraturan pelaksanaannya. Pembinaan di tingkat operasional diwujudkan dalam bentuk pembinaan manajemen pasar tradisional dan pedagang pasar serta pembinaan PKL dan lingkungannya, ketertiban perparkiran, penataan jalur angkutan kota, penataan tempat pejalan kaki (pedesterian), dan kawasan wisata kuliner. Keterkaitan dengan bidang-bidang lain inilah yang seringkali kurang diperhatikan, sehingga penanganan masalah bersifat parsial, hasilnya kurang maksimal karena kurang dapat menyentuh akar permasalahan yang sebenarnya.
Mengingat kondisi pasar tradisional yang seperti ini sudah berlangsung sejak lama, maka perlu kebijakan dan tindakan yang konsisten serta berkesinambungan yang tidak bisa mengharapkan hasilnya segera tampak. Perbaikan yang harus dilakukan harus menyentuh perubahan perilaku masyarakat (aparatur dan petugas serta pedagang dan pengunjung pasar) yang ini memerlukan banyak contoh yang dapat dimulai dengan bentuk-bentuk pilot project.


Berdasarkan pengalaman empiris di banyak daerah, keberhasilan pembinaan pasar dan pedagang pasar tradisonal sangat ditentukan oleh kepedulian para Kepala Daerah (Bupati dan Walikota) yang diikuti oleh para pejabat di tingkat teknis. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa kebijakan Kepala Daerah yang menetapkan pasar sebagai salah satu sumber PAD tanpa diikuti dengan pengembalian pendapatan ke pasar secara signifikan sebagai tambahan biaya operasional dan perawatan/pemeliharaan serta biaya pembinaan bagi pengelola dan pedagang pasar, maka hal ini menjadi penyebab utama kondisi pasar-pasar tradisional memiliki ber-stigma negatif seperti kumuh, semrawut, kotor, dan tidak nyaman dikunjungi oleh masyarakat konsumen.

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS